Minggu, 11 November 2018

Pernafasan Tambahan Pada Ikan


Pernafasan Udara Pada Ikan

Menurut Hickman et al. (2001) ada banyak jenis ikan yang dapat hidup di luar air selama beberapa periode waktu dengan melakukan pernafasan udara. Berbagai organ digunakan oleh berbagai jenis ikan untuk keperluan ini. Alat pernafasan udara berupa paru-paru dimiliki oleh ikan paru, Polypterus, dan sejenis ikan crossopterygii yang telah punah. Sidat air tawar seringkali menjelajahi daratan selama cuaca berhujan, dengan menggunakan kulitnya sebagai permukaan respirasi utama. Ikan bowfin, Amia, mempunyai insang serta gelembung renang yang mirip paru-paru. Pada suhu rendah ikan bowfin hanya menggunakan insang, tetapi ketika suhu dan aktivitas meningkat ikan ini melakukan lebih banyak pernafasan udara dengan gelembung renangnya. Sidat listrik mempunyai insang yang menyusut dan harus melengkapi respirasi insangnya dengan menelan udara melalui rongga mulut yang penuh pembuluh darah. Salah satu ikan yang bernafas udara yang paing baik adalah ikan betok India (Indian climbing perch) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di darat dekat tepi perairan dengan melakukan pernafasan udara melalui ruang-ruang udara khusus di atas insangnya yang telah menyusut.

Pernafasan Udara dan Permasalahannya Pada Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa alasan ikan untuk bernafas dengan udara tampaknya jelas – bila oksigen menjadi jarang di dalam air atau bahkan ketika air itu sendiri menjadi jarang, maka kemampuan untuk memperoleh oksigen dari udara mempunyai nilai kelangsungan hidup yang nyata. Gagasan ini cukup berguna karena perkembangan pernafasan udara terjadi berkali-kali, walaupun paling sering pada iklim tropis. Pernafasan ini terjadi pada banyak famili ikan yang menggunakan berbagai modifikasi struktur untuk bernafas dengan udara. Memilih pernafaan udara berarti juga membawa perubahan dan permasalahan, dan demikianlah, banyak ikan bernafas udara hanya untuk sementara waktu untuk menghidari atau setidaknya untuk meminimumkan masalah berkenaan dengan udara seperti kekeringan dan kesulitan akibat timbunan internal karbon dioksida. Kondisi ekstrim lain adalah kasus pada ikan paru-paru Australia yang bernafas dengan udara, tetapi tampaknya jarang menjumpai kondisi lingkungan tak menguntungkan di mana pada kondisi tersebut bernafas-udara berperanan penting. Jadi mungkin banyak alasan bagi ikan untuk bernafas dengan udara selain dengan air.

Struktur yang dipakai untuk bernafas-udara berbeda-beda sesuai dengan alasannya. Pertama, kebanyakan insang ikan tidak berfungsi dalam udara dan sangat sulit untuk pertukaran gas. Beberapa ikan (misal, sidat Anguillidae) mempunyai struktur pendukung tambahan yang bisa menyokong insang dalam kondisi tanpa air, tetapi kebanyakan ikan penafas udara mempunyai beberapa struktur bagi perukaran gas dalam udara selain insang dan bagian-bagian insangnya yang khas bagi teleostei menyusut atau bahkan hilang sama sekali. Struktur seperti ini yang dikenal baik adalah gelembung renang fisostomus, yang diduga merupakan paru-paru sederhana pada ikan primitif bersirip-lembaran sebelum mereka berevolusi menjadi amfibi dan sebelum struktur tersebut digunakan sebagai organ pengapung. Ikan paru-paru modern (ketiga spesies semuanya) juga menggunakan gelembung renang sebagai paru-paru. Pada ikan sidat listrik Amazon, lapisan mulut sangat berlipat-lipat dan meluas sedemikian efektif hingga insangnya hampir hilang. Ada banyak ragam perluasan permukaan di belakang mulut ikan dan di bawah tutup insang, termasuk beberapa jenis kantung dan berbagai tonjolan mirip-pohon atau mirip-karang sebagai perluasan permukaan pernafasan. Banyak ikan dengan jenis-jenis “insang-udara” ini, termasuk ikan betta dari daerah tropis, yang hanya bisa bernafas dengan udara dan mati lemas di dalam air bila tidak bisa berhubungan dengan udara. Ada sedikit ikan yang menggunakan lambung atau ususnya untuk pertukaran gas dengan menelan udara. Sangat beragamnya adaptasi struktural untuk pernafasan udara ini biasanya ditafsirkan sebagai petunjuk banyaknya asal evolusi adaptasi tersebut (Smith, 1982).

Masalah fisiologis yang dihadapi ikan penafas udara lebih dari sekedar menyediakan permukaan pernafasan baru dan mencegah kekeringan. Masalah utama adalah penimbunan karbon dioksida. Di air karbon dioksida melintasi insang dalam bentuk larutan dengan tekanan parsialnya rendah. Di udara, penyingkiran karbon dioksida tergantung pada difusi saja, sementara tekanan parsial karbon dioksida yang cukup tinggi (25 – 40 mmHg) tertimbun di dalam darah ikan. Hal ini tidak akan menjadi masalah selama hemoglobin ikan mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek Bohr maupun efek Root. Bila kedua efek ini ada, maka kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen akan sangat tertekan sehingga hampir tak berfungsi. Hemoglobin kebanyakan ikan penafas udara yang sebegitu jauh telah diteliti menunjukkan sedikit atau tidak mempunyai efek Bohr atau efek Root. Tingkat tekanan parsial karbon dioksida naik cukup banyak dan ekskresi karbon dioksida diduga terjadi melalui kulit karena karbonat anhidrase ditemukan di sini dalam konsentrasi tinggi pada ikan penafas udara. Juga, salah satu alasan beberapa ikan penafas udara sering kembali ke air adalah untuk menghilangkan timbunan karbon dioksida.

Masalah lainnya mencakup adaptasi pola aliran darah sedemikian hingga oksigen dikirimkan sebagaimana mestinya ke jaringan. Pada ikan paru-paru, sebagai contoh, darah teroksigenasi dari gelembung renang menuju ke jantung, kemudian sebagian besar melintasi lengkung insang pertama (yang tidak mempunyai kemampuan pertukaran gas) dan kemudian ke bagian tubuh lainnya. Bila darah teroksigenasi melintasi insang normal ketika tekanan parsial oksigen dalam air lebih renah dari pada tekanan parsial oksigen dalam darah, maka darah akan melepaskan oksigen ke air. Juga ada masalah upaya mengurangi percampuran antara darah vena teroksigenasi dari organ petukaran gas baru (pernafasan udara) dengan darah vena dari bagian tubuh lainnya. Sedikit ikan penafas udara mempunyai darah vena teroksigenasi dan yang tak teroksigenasi dalam kondisi hampir terpisah agak seperti yang dimiliki mamalia. Sebaliknya, pengendalian pernafasan air dan udara yang digabungkan kadang-kadang menimbulkan respon yang tidak sesuai yang dilakukan oleh salah satu sistem pernafasan tersebut (Smith, 1982).

Pernafasan Tambahan Pada Ikan Paru-Paru, Arapaima, Belodok dan Sidat

Pada ikan paru-paru, nostril (lubang hidung) hanya digunakan untuk kemoresepsi (menerima rangsang kimia). Air masuk ke dalam faring hanya melalui mulut. Perkembangan insang sangat buruk sehingga ikan paru-paru akan mati lemas bila tidak dapat menuju ke udara bebas. Ikan ini menelan udara di permukaan air dengan bantuan bagian khusus saluran pencernaan yang dapat mengikat oksigen; bagian khusus ini disebut “ventral diverticula” yang strukturnya serupa dengan paru-paru vertebrata. Ikan paru-paru melakukan estivasi atau tidur musim panas. Selama estivasi ini metabolisme dan respirasinya minimal; kantung lipoprotein disekresi menyelubungi dirinya untuk mencegah kekeringan.

Pada ikan arapaima gelembung gas dimodifikasi dengan adanya pembuluh darah tambahan yang memiliki kantung-kantung kecil sempurna. Udara melewati gelembung gas melalui duktus pneumatikus.

Ikan belodok bernafas dengan udara. Ikan ini menghabiskan sebagian besar waktunya di darat dekat perairan.

Selama migrasi melintasi darat, ikan sidat diyakini melakukan pernafasan tambahan yang disebut respirasi kutaneus (pernafasan kulit). Hal ini menimbulkan masalah karena kehilangan air dan garam terjadi secara bersamaan.

Lapisan Operkulum Clarias Dalam Hubungannya Dengan Respirasi Tambahan

Garg dan Mittal (1990) mengamati lapisan tutup insang (operkulum) pada ikan lele Clarias batrachus dalam hubungannya dengan respirasi tambahan. Operkulum bisa dibagi menjadi daerah proksimal, distal dan intermediet. Epitelium yang melapisi permukaan-dalam operkulum dan epidermis operkulum di daerah-daerah ini pada ikan Clarias batrachus menunjukkan perbedaan nyata dalam hal ketebalan, kepadatan, ukuran sel-sel lendir dan “club cell” (sel tongkat), dan distribusi limfosit, melanosit, taste bud (organ perasa) serta organ ampullary. Perbedaan-perbedaan ini dalam hal organisasi struktural adalah berhubungan dengan perbedaan kondisi yang mendominasi lokasi-lokasi tersebut. Pembuluh darah yang banyak terlihat dalam jaringan yang ada di bawah epidermis operkulum adalah berhubungan dengan respirasi tambahan pada ikan ini. Sebaliknya, jaringan yang ada di bawah epitelium pelapis sisi-dalam operkulum memiliki sedikit pembuluh darah. Respirasi tambahan di daerah ini mungkin tidak begitu menguntungkan.

Daftar Pustaka :

Garg, T.K. and A.K. Mittal. 1990. The Epidermal and Inner Epithelial Lining of The Operculum in Clarias batrachus (Clariidae, Siliruformes). Japan Journal of Ichthyology, Vol. 37, No. 2, pp. 149 - 157

Hickman, C.P., L.S. Roberts and A. Larson. 2001. Integrated Principles of Zoology. 11th ed. MacGraw-Hill Book Co. New York. 899 pp.

Smith, L.S. 1982. Introduction to Fish Physiology. TFH Publication, Inc. Hong Kong. 352 pp.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar