Kamis, 15 Februari 2018

Bioekologi Fitoplankton


Bab I
Struktur Komunitas dan Dinamika Populasi Plankton


Struktur Komunitas dan Distribusi Plankton di Teluk

Han et al. (1991) meneliti struktur komunitas dan distribusi plankton skala mikro dalam hubungannya dengan hidrografi di Teluk Masan, Korea, pada bulan Oktober 1989. Perairan yang lebih hangat dan kurang asin dan berstratifikasi terletak di bagian dalam Selat Pudo, dengan konsentrasi klorofil-a dan zat hara lebih tinggi. Baik biomas fitoplankton maupun zat hara berubah dramatis di sekitar Teluk ini. Spesies fitoplankton samudra/lepas pantai mencakup Chaetoceros decipiens, Rhizosolenia stolterforthii, Rhizosolenia styliformis dan Ceratium trichoceros sedangkan zooplanktonnya, yakni Sagitta enflata, Oncaea venusta dan Oikopleura longicauda, terdapat terutama di perairan yang sangat teraduk di bagian luar selat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan air yang terputus-putus berperanan penting sebagai suatu batas bagi populasi plankton. Massa fitoplankton dengan kepadatan lebih dari 80 mikrogram/liter ditemukan hanya di bagian dalam teluk. Habisnya silikat akibat cepatnya asimilasi fitoplankton di bagian dalam teluk tampaknya bertanggung jawab atas berkurangnya ledakan populasi plankton.

Komposisi Komunitas Plankton di Laguna

Boltovskoy et al. (1990) mengamati variasi ruang dan waktu dalam hal transparansi (kejernihan air), suhu, pH, konduktivitas (daya hantar air) dan plankton di Lobos Pond, yang merupakan laguna subtropis oligohalin (salinitas sedang), serta anak-anak sungai utamanya selama satu siklus tahunan. Total 181 spesies plankton telah ditemukan, banyak di antaranya merupakan organisme halofil (suka garam). Berdasarkan jumlah, fitoplankton didominasi oleh alga hijau-biru, sedangkan alga hijau dan diatom merupakan dua kelompok yang paling tinggi keragamannya. Kopepoda dan rotifera menjadi zooplankton yang paling melimpah, sedangkan kelompok zooplankton yang paling tinggi keragamannya adalah ciliata.

Hubungan Produksi Bakterioplankton dan Komposisi Fitoplankton

Nakano (1992) mempelajari produksi bakterioplankton dan komposisi fitoplankton di zona pelagis Danau Biwa bagian utara dari tanggal 19 Februari sampai 7 Juni 1990. Selama periode penelitian, dua spesies fitoplankton mendominasi : Asterionella formosa (Bacillariophyceae) dari 19 Februari sampai 18 April (periode awal) dan Uroglena americana (Chrysophyceae) dari 9 Mei sampai 7 Juni (periode akhir). Produksi bakterioplankton diduga berdasarkan metode frekuensi pembelahan sel selama periode awal, yang berkisar dari 7,4 sampai 33 mikrogram karbon/liter/hari. Selama periode akhir, produksi bakterioplankton adalah rendah, berkisar dari 4,1 sampai 18 mikrogram karbon/liter/hari. Perubahan produksi bakterioplankton tampaknya berhubungan dengan perubahan komposisi fitoplankton.

Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton Serta Pemangsaannya Oleh Mikrozooplankton

Verity dan Vernet (1992) melaporkan kelimpahan dan distribusi vertikal plankton fototrofik dan heterotrofik, laju pertumbuhan dan pemangsaannya oleh mikrozooplankton serta produk penguraian klorofil-a akibat pemangsaan tersebut di dua fyord di Norwegia. Kedua fyord mengandung komunitas mikroplankton yang melimpah. Konsentrasi maksimum khasnya adalah 2 – 4 ribu sel/ml untuk nanoplankton fotosintetik, 1 – 3 ribu sel/ml untuk nanoplankton heterotrofik, 40 – 80 ribu sel/ml untuk alga hijau-biru dan 4 – 9 siliata/ml. Kelimpahan maksimum terdapat pada zona eufotik. Fitoplankton dominan adalah taksa yang mengandung klorofil-c, terutama prymnesiophyta dan chrysophyta. Pemangsaan oleh mikrozooplankton yang berukuran kurang dari 200 mikron umumnya menghilangkan 50 – 100 % dan 20 – 100 % produksi harian sel-sel plankton yang berukuran kurang dari 10 mikron dan kurang dari 2 mikron, berturut-turut, termasuk taksa autotrofik dan heterotrofik.

Variasi Kelimpahan Mikroplankton Yang Tercermin Dalam Variasi Konsentrasi ATP-nya

Benzhitskiy dan Gordiyenko (1990) telah meneliti variasi antar waktu dalam hal konsentrasi ATP rata-rata di berbagai wilayah samudra. Variasi antar waktu yang jelas dalam hal ATP mikroplankton tampaknya disebabkan perubahan kelimpahan akibat mekanisme akumulasi pasif dan aktif. Variasi antar waktu ini harus diperhatikan dalam mengevaluasi variasi horizontal kelimpahan mikroplankton hidup.

Perubahan Populasi Plankton Danau Akibat Eutrofikasi

Polli dan Simona (1992) meringkas semua informasi yag tersedia tentang perkembangan jangka panjang dan perkembangan terbaru populasi plankton di Danau Lugano, Italia, dengan memperhatikan evolusi kesuburannya. Pengaruh pertama eutrofikasi danau mulai muncul pada tahun 1980-an dan menyebabkan perubahan penting dalam komunitas fitoplankton yakni kemunculan dan cepatnya peningkatan populasi alga berfilamen Oscillatoria rubescens dan Stephanodiscus hantzschii, serta hilangnya zooplankton Diaptomidae. Sejak tahun 1980 konsentrasi fosfor mulai berkurang di lapisan epilimnion danau dan komunitas plankton menunjukkan komposisi baru dengan hadirnya spesies-spesies dominan lain : Oscillatoria redekel, Lyngbya limnetica, Stephanodiscus sp. (bentuk kecil). Sejak tahun 1989 standing crop (panenan tetap) alga berkurang nilainya sampai di bawah 2 gram/m2 (berat kering); selanjutnya Cyanophyceae berkurang banyak dan muncul spesies dominan baru (Tabellaria fenestrata, divisi Ulotrichales). Pada saat yang sama terjadi peningkatan populasi zooplankton herbivora (Daphnia hyalina) dan kemunculan kembali Diaptomidae. Hanya di basin (cekungan danau) utara ada kecenderungan penurunan produksi primer, yang berubah dari 480 menjadi sekitar 300 g C/m2/tahun selama 10 tahun terakhir.



Bab II
Daya Apung Fitoplankton dan Arti Pentingnya


Daya Apung Pada Alga Hijau-Biru

Moss (1980) menyatakan bahwa berdasarkan taksonomik, dan juga ukuran, fitoplankton merupakan kelompok yang sangat bervariasi. Ukuran mereka bervariasi mulai dari 1 – 5 mikron sampai 50 mikron. Bila mereka terdapat sebagai koloni mungkin mereka akan mudah dilihat dengan mata telanjang karena berukuran beberapa ratus mikron. Salah pengertian yang biasa terjadi adalah bahwa fitoplankton mengapung, dengan berat jenis sama dengan air. Biasanya tidak demikian yang sebenarnya. Alga hijau-biru, yang biasanya sangat melimpah di dalam danau yang sangat subur tetapi sebenanya ditemui juga di semua perairan, memiliki organela yang disebut gelembung gas. Gelembung gas ini mengandung sekumpulan prisma berikatan-protein dengan ujung berbentuk kerucut, berisi udara dan memberikan daya apung positif. Volume total gelembung gas per sel dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kecepatan pembelahan sel, sehingga pada kondisi tertentu alga hijau-biru bisa mengapung pada kedalaman tertentu yang sesuai bagi pertumbuhannya dan pada kondisi lain alga ini mengapung di permukaan danau sebagai lapisan tipis mirip cat atau lapisan tebal mirip karpet.

Strategi Fitoplankton Untuk Mempertahankan Daya Apung

Moss (1980) menambahkan bahwa kecuali Botryococcus braunii, sejenis alga yang selalu memiliki daya apung positif dengan menyimpan sejumlah besar minyak, semua fitoplankton mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis air. Dalam kasus diatom, yang dinding selnya tersusun dari silika, mempunyai berat jenis 6 % lebih besar daripada berat jenis air. Fitoplankton ini mempertahankan posisinya dalam kolom air agar tidak tenggelam dengan memanfaatkan arus pusaran yang ditimbulkan oleh angin. Beberapa spesies mempunyai flagela dan menggerak-gerakannya untuk menetralkan kecenderungan tenggelam sedangkan spesies alga yang tak berflagela mengembangkan bentuk sel atau koloni yang dapat menghambat laju tenggelam. Dalam hal ini, bentuk-bentuk seperti lempengan datar, bentuk seperti jarum dengan ujung melengkung, dan bentuk badan yang dilengkapi duri-duri atau tonjolan-tonjolan tampaknya menguntungkan. Bagaimanapun, bentuk sel sebagai adaptasi untuk mengapung tidak selamanya dapat diterima. Selubung lendir, yang tak terlihat kecuali bila sel dimasukkan ke dalam tinta India, mungkin sudah cukup tebal untuk menyelubungi sel yang berduri-duri sehingga menjadi bulat.

Keseimbangan Antara Daya Apung dan Kebutuhan Fitoplankton Akan Zat Hara

Mengapa sel-sel fitoplankton tidak semuanya mengembangkan daya apung positif mengingat bila mereka tenggelam dari zona eufotik jelas-jelas merupakan bahaya ? Jawabannya adalah bahwa hal ini sebenarnya juga menguntungkan mereka, yang dapat menyeimbangkan kerugian tersebut. Fitoplankton membutuhkan pasokan bahan anorganik dari air di sekitarnya. Untuk itu mereka menyerap bahan anorganik dari lapisan air, yang hanya setebal beberapa mikrometer, segera setelah bersentuhan dengan membran atau dinding sel. Tekanan molekular cenderung untuk menyebabkan air lapisan ini selalu masuk ke dalam sel sehingga zat hara dalam lapisan air ini dengan cepat berkurang tetapi zat hara yang hilang (akibat diserap sel fitoplankton) ini tidak segera digantikan melalui difusi zat hara dari lapisan air di bawahnya. Gerakan sel yang terus-menerus menembus lapisan air, ketika ia tenggelam maupun terangkat ke atas oleh arus pusaran, memungkinkan fitoplankton selalu mendapat pasokan air yang masih kaya dengan zat hara (Moss, 1980).

Hubungan Pengaturan Daya Apung dan Migrasi Vertikal Fitoplankton

Xiang dan Lu (1992) melakukan penelitian migrasi vertikal harian fitoplankton di danau eutrofik. Danau West Lake di Hangzhou, Cina, merupakan danau eutrofik dengan populasi alga hijau-biru yang melimpah. Survei pada September dan November 1980 menunjukkan bahwa fitoplankton di danau ini melalukan migrasi vertikal dua kali sehari di antara lapisan-lapisan air. Pola dua-puncak variasi harian dalam hal kepadatan alga tampak secara teratur atau tidak teratur pada 0,5 meter lapisan air. Ritme yang serupa tetapi kurang terlihat terjadi pada lapisan-lapisan air yang lebih dalam. Puncak-puncak biasanya muncul sekitar 2 jam setelah matahari terbit dan matahari tenggelam. Diduga bahwa ritme harian populasi alga ini berhubungan erat dengan pergantian periode gelap dan terang serta pengaturan daya apung spesies alga dominan.

Bab III
Distribusi, Kelimpahan dan Komposisi Spesies Fitoplankton Laut


Pengaruh Angin Terhadap Konsentrasi Fitoplankton

Yentsch dan Phinney (1991) dalam Desai (1992) mempelajari pengaruh kecepatan dan arah angin terhadap distribusi klorofil fitoplankton di Laut Arab bagian barat. Peningkatan secara dramatis konsentrasi klorofil fitoplankton di Laut Arab berhubungan dengan kecepatan dan arah angin muson. Pada awal bertiupnya angin muson barat-daya, pengamatan satelit menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi klorofil di lepas pantai Somalia dan pesisir Arab. Ketika kecepatan angin muson meningkat, konsentrasi maksimum ditemukan selama bulan Agustus dan September. Konsentrasi klorofil fitoplankton paling rendah selama bulan-bulan musim semi (Maret – Mei). Tampaknya ada kesenjangan waktu lebih dari satu bulan antara perubahan arah angin barat-daya dan kemunculan konsentrasi klorofil yang tinggi akibat upwelling yang ditimbulkan angin. Kecepataan angin barat-daya meningkat pada bulan Mei, tetapi klorofil tidak muncul hingga bulan Juni. Konsentrasi klorofil tetap relatif tinggi dari bulan November sampai Februari ketika angin berbalik arah.

Fluktuasi Kelimpahan Fitoplankton Mikro di Hutan Bakau

Kannan dan Vasantha (1992) mempelajari komposisi spesies dan kepadatan populasi mikrofitoplankton di hutan bakau Pitchavaram, pesisir tenggara India. Keragaman spesies fitoplankton di hutan bakau Pitchavaram adalah tinggi. Ada 82 spesies yang terdiri dari 67 spesies diatom, 12 spesies dinoflagelata dan 3 spesies alga hijau biru. Diatom menyusun 72 % dan disusul oleh dinoflagelata sebanyak 15 % biomas di mana ada bentuk autochthonous (berasal dari dalam sistem dan bersifat sementara atau permanen) dan allochthonous (berasal dari luar sistem). Kepadatan populasi fitoplankton menunjukkan fluktuasi musiman yang lebar dengan minimum selama bertiupnya angin muson dan maksimum selama musim panas, yang menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh berbagai faktor lingkungan.

Variasi Musiman Kelimpahan dan Komposisi Spesies Fitoplankton

Park dan Lee (1990) telah mengumpulkan sampel fitoplankton di 28 stasiun oseanografi di perairan selatan Korea pada bulan Februari, April dan Agustus 1988 untuk mengetahui distribusi dan komposisi spesies fitoplankton serta hubungannya dengan gerakan masa air. Selama periode penelitian, standing crop fitoplankton di perairan selatan mencapai maksimum pada bulan April dan minimum pada bulan Februari. Standing crop tertinggi ditemukan di dekat zona front yang terbentuk antara Pulau Cheju dan Pulau Tsushima. Jadi, kelimpahan fitoplankton tergantung pada lokasi zona front ini. Sebaliknya, standing crop relatif rendah ada di laut terbuka jauh dari zona front tersebut pada bulan Februari dan Agustus. Tujuh puluh dua spesies fitoplankton telah diidentifikasi dari sampel. Di antara mereka, 61 spesies tergolong diatom dan 12 spesies dinoflagelata. Jumlah terbanyak spesis fitoplankton terjadi pada Agustus sedang jumlah terbanyak sel ada pada bulan April. Spesies dominan adalah Eucampia zodiacus pada Februari, Skeletonema costatum dan Chaetoceros curvisetus pada bulan April dan Chaetoceros affinis pada bulan Agustus.

Perbedaan Komposisi Fitoplankton Antar Lapisan Masa Air

Videau dan Leveau (1990) mempelajari biomas dan produktivitas fitoplankton di dalam masa air lidah sungai Rhone pada musim semi. Sungai Rhone yang membuang airnya ke Laut Mediterania memiliki masa air yang berlapis-lapis dengan jelas. Air lapisan atas dicirikan oleh salinitas yang rendah, setengah biomas klorofil disumbangkan oleh nanoplankton. Nano- dan pikoplankton mengikat karbon anorganik dengan kisaran yang sama (40 %). Pada lapisan bawah yang khas air laut, 60 % biomas fitoplankton dan produktivitasnya dihasilkan oleh pikoplankton. Lapisan air peralihan dicirikan oleh melimpahnya mikroplankton yang menyusun lebih dari 50 % biomas klorofil total yang pengikatan karbonnya lebih tinggi pada pycnocline (garis yang menunjukkan perbedaan densitas kolom air secara vertikal) dan , terutama, dekat front lidah sungai.

Hubungan Antara Stratifikasi Termal dan Keragaman Fitoplankton

Claustre et al. (1992) mempelajari komposisi biokimia (karbon, nitrogen, asam-asam amino bebas, klorofil, karotenoid) pada pelet tinja kopepoda dan membandingkannya dengan partikel-partikel materi yang dikumpulkan di tiga lokasi, masing-masing dengan karakteristik hidrografi berbeda di Laut Irish, selama bulan Mei/Juni 1988. Lokasi-lokasi tersebut adalah perairan pesisir dengan stratifikasi termal yang lemah, perairan tengah dengan stratifikasi termal yang kuat dan perairan tengah dengan kondisi isotermal (sama-suhu) yang teraduk. Makanan tidak menjadi pembatas bagi kopepoda di lokasi-lokasi itu, sebagaimana ditunjukkan oleh konsentrasi maksimum klorofil-a yang berkisar 4 sampai 7,5 mikrogram/liter. Ada perbedaan menyolok dalam hal komposisi dan kualitas partikel materi di ketiga lokasi. Lokasi I didominasi oleh diatom, lokasi II dicirikan oleh keragaman populasi fitoplankton, sedang lokasi III didominasi oleh detritus dan sisa-sisa diatom. Perbedaan ini tercermin dalam komposisi biokimia pelet tinja kopepoda. Secara nyata tidak ada pengayaan bakteri pada pelet tinja.

Pengaruh Stratifikasi Masa Air Terhadap Distribusi dan Produktivitas Fitoplankton

Martin-Jezequel dan Videau (1992) mempelajari distribusi vertikal dan produktivitas fitoplankton dan bakteri laut di lereng benua Laut Celtic pada musim semi (bulan Mei) 1987. Tiga lokasi dipilih sepanjang sebuah skala horizontal sempit antara masa air yang terstratifikasi di atas paparan benua dan masa air yang teraduk di atas patahan-benua. Di lapisan sub-permukaan, produktivitas primer maupun biomas klorofil meningkat sebanding dengan stratifikasi. Sebaliknya, jumlah sel bakteri makin meningkat dari kolom air yang terstratifikasi ke kolom air yang teraduk. Produksi neto bakteri di air yang teraduk adalah dua kalinya dibandingkan di air yang terstratifikasi. Analisis korespondensi menunjukkan perbedaan komposisi dan produksi fitoplankton dan bakteri di tiga lokasi. Analisis ini menunjukkan bahwa air yang teraduk dicirikan oleh biomas bakteri, produksi karbon bakterial dan biomas ciliata; air peralihan dicirikan oleh biomas diatom dan dinoflagelata; dan air yang terstratifikasi dicirikan oleh biomas Cryptophyceae, flagelata dan fitoplankton total.

Kumpulan Fitoplankton di Zona Tanpa-Cahaya

Karabashev dan Khanayev (1991) melaporkan bahwa pada bulan Mei 1989 di palung Slupsk (Laut Baltik), teknik fluorimeter telah digunakan untuk mengetahui profil vertikal fluoresensi klorofil, kekeruhan dan suhu. Fitoplankton hidup ditemukan berkumpul di atas palung tersebut pada kedalaman lebih dari 70 meter. Kumpulan fitoplankton ini ditemukan selama beberapa hari dan meluas sampai beberapa kilometer. Ketika pengamatan lanjutan dilakukan pada bulan Februari 1990 dengan metode yang sama, kumpulan fitoplankton telah hilang. Kekeruhan dan profil suhu menunjukkan bahwa berkumpulnya fitoplankton ini dipengaruhi oleh dinamika air di zona afotik (tanpa cahaya).

Bab IV
Anabaena : Aspek Biologi, Ekologi dan Kimia


Simbiosis Anabaena dan Azolla

Hill (1975), berdasarkan laporan beberapa penelitian, menyatakan bahwa simbiosis Azolla dan Anabaena azollae tampaknya terbentuk bedasarkan fiksasi (pengikatan) nitrogen oleh Anabaena; produk fiksasi ini tampaknya berpindah ke daun Azolla karena organisme-ganda bisa tumbuh secara terpisah dengan mengambil nitrogen. Fiksasi nitrogen dilakukan oleh alga hijau-biru (Anabaena). Banyak peneliti telah dapat menumbuhkan Anabaena secara tersendiri. Perkembangan Anabaena di dalam rongga-rongga daun Azolla (kemungkinan Azolla filiculoides) telah dipelajari. Setelah alga hijau biru ini menempel di rongga daun, frekuensi heterokista meningkat sampai mencapai maksimum (20 – 30 %) sekitar 12 daun, kemudian tetap konstan. Ukuran sel vegetatif alga meningkat dengan bertambahnya lebar sel yang tampaknya meningkat sejalan dengan umur daun.

Pengaruh Konsentrasi Karbon Dioksida Terhadap Fotosintesis Anabaena

Kaplan et al. (1980) melaporkan bahwa “affinity” (pengikatan) karbon dioksida melalui fotosintesis yang tampak pada Anabaena variabilis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida di dalam medium selama pertumbuhan. Laju setengah-maksimal evolusi oksigen fotosintetik dicapai pada konsentrasi karbon anorganik 10 mikroM dan 100 mikroM dalam sel yang ditumbuhkan pada kondisi CO2-rendah (udara) dan CO2-tinggi (5 % volume/volume karbon dioksida dalam udara), berturut-turut, sedangkan laju fotosintesis maksimum adalah sama untuk kedua kondisi. Baik Anabaena yang ditumbuhkan pada kondisi CO2-tinggi maupun –rendah menimbun karbon anorganik di dalam selnya; namun, laju penimbunan dan konsentrasi karbon anorganik internal “steady-state” adalah jauh lebih tinggi pada sel Anabaena yang ditumbuhkan dalam CO2-rendah daripada dalam CO2-tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sel Anabaena secara aktif menimbun karbon anorganik. Pengukuran kinetika transpor karbon anorganik membuktikan bahwa afinitas mekanisme transpor untuk karbon anorganik adalah sama pada sel yang ditumbuhkan dalam CO2-tinggi maupun –rendah. Bagaimanapun, laju maksimumnya adalah 10 kali lipat pada kasus terakhir. Diduga bahwa laju maksimum yang lebih tinggi untuk transpor menyebabkan lebih tingginya kemampuan menimbun karbon anorganik dan lebih tingginya afinitas fotosintetik yang tampak untuk karbon anorganik eksternal pada Anabaena yang ditumbuhkan dalam CO2-rendah. Aktivitas karbonik anhidrase tidak terdeteksi pada Anabaena, namun afinitas fotosintetik untuk karbon anorganik pada medium (tetapi tidak pada laju maksimum) dan laju penimbunan karbon anorganik dihambat oleh penghambat karbonik-anhidrase etoksizolamid.

Respon Dua Galur Anabaena Terhadap Stres Salinitas dan Osmotik

Fernandes et al. (1993) melaporkan bahwa dua galur Anabaena pemfiksasi-nitrogen memiliki perbedaan toleransi terhadap stres salinitas dan osmotik. Anabaena torulosa, yang merupakan galur air payau toleran-garam, bersifat relatif osmosensitif (peka terhadap stres osmotik). Sebaliknya, Anabaena sp. galur L-31, yang merupakan penghuni air tawar peka-garam, menunjukkan osmotoleran yang nyata. Stres salinitas dan osmotik mempengaruhi aktivitas nitrogenase secara berbeda. Fiksasi nitrogen pada kedua galur sangat dihambat oleh komponen ionik, tetapi tidak oleh komponen osmotik, dari salinitas. Perbedaan kepekaan terhadap stres salinitas-osmotik seperti ini tidak berkaitan, berdasarkan hasil pengamatan, dengan sifat toleransi kedua galur terhadap stres garam-osmotik. Penambahan amonium dari luar memberi perlindungan yang nyata terhadap stres salinitas tetapi tidak efektif terhadap stres osmotik. Stres salinitas dan osmotik juga mempengaruhi perwujudan gen terangsang-stres secara berbeda. Sintesis beberapa jenis protein dihambat oleh stres salinitas tetapi tidak oleh stres osmotik pada nilai yang setara atau yang lebih tinggi. Stres salinitas dan osmotik merangsang banyak jenis protein umum.

Anabaena Menyebabkan Bau Tak Enak Pada Ikan

Boyd (1982) melaporkan bahwa ikan channel catfish dari 40 kolam di Universitas Auburn, Amerika Serikat, telah diambil pada waktu-waktu yang berbeda sepanjang tahun dan diuji dengan penginderaan (organoleptik). Ikan dari tiga kolam memiliki bau tak enak yang jelas di musim semi. Ketiga kolam ini semuanya mengalami ledakan hebat populasi alga hijau-biru Anabaena circinalis. Penelitian lain dilakukan dengan memelihara ikan yang semula tidak berbau tak enak di kurungan dalam salah satu kolam yang mengalami ledakan populasi Anabaena circinalis. Setelah 7 hari, ikan dalam kurungan ini mengembangkan bau tak enak. Pada akhir musim gugur, ikan berbau tak enak ditemukan di sebuah kolam yang mengalami ledakan hebat populasi Anabaena circinalis dan di dua kolam di mana alga hijau Volvox aureus tumbuh subur. Tidak ada kasus lain ikan berbau tak enak yang dijumpai di 40 kolam ini.

Racun Kuat dari Anabaena

Hashimoto (1979) menyatakan bahwa ledakan populasi Anabaena flos-aquae telah lama diketahui menyebabkan kematian yang cepat pada sapi, kambing dan burung air, dan bila racun dari alga hijau biru ini diberikan lewat mulut akan dapat membunuh tikus, ayam, kelinci dan babi guinea dalam beberapa menit sampai dua puluh menit. “Very-fast-death-factor” (VFDF; faktor kematian sangat cepat) telah diekstrak dari racun Anabaena flos-aquae. VFDF ini dapat membunuh tikus dalam satu sampai dua menit. Telah ditemukan adanya galur beracun dan galur tak beracun dalam kultur alga ini. Racun tersebut larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam kloroform, aseton dan ether. Penyuntikan racun ke tubuh tikus menyebabkan kelumpuhan, menggigil dan kejang. Kematian terjadi dalam satu sampai dua menit. Pemberian alga kering dari kultur skala besar kepada anak sapi, tikus, bebek dan ikan mas koki lewat mulut menyebabkan binatang uji mati dalam dua puluh menit akibat kelumpuhan pernafasan. Racun ini bila diberikan lewat mulut akan diserap dengan sangat cepat dan bertindak sebagai agen penghalang depolarisasi saraf otot.

Referensi :

Benzhitski, A.G. and A.P. Gordiyenko. 1990. Temporal Variations in Microplankton ATP in The Mediterranean Sea and Indian and Atlantic Oceans, Hydrobiol. Journal, vol. 26, no. 6, pp. 18 – 21

Boltovskoy, A., A. Dippolito, M.Fogggetta, N. Gomez and G. Alvarez. 1990. The Lobos Pond and Its Tributary : Descriptive Limnology With Special Reference to The Plankton, Biology Acuatica, no. 14, 38 pp., ISSN 0326-1638

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 318 pp.

Claustre, H., A. Poulet, R. Williams, F. Ben-Mlih, V. Martin-Jezequel and J.-C. Marty. 1992. Relationship Between The Qualitative Nature of Particle and Copepod Faeces in The Irish Sea. Marine Chemistry, vol. 40, no. 3 – 4 , pp. 231 – 248, ISSN 0304-4203

Fernandes, T.A., V. Iyer and S. Kumar Apte. 1993. Differential Responses of Nitrogen-Fixing Cyanobacteria to Salinity and Osmotic Stresses. Applied Environmental and Microbiology, vol. 59, no. 3, pp. 899 – 904, ISSN 0099 - 2240

Han, M.-S., S.-W. Kim and Y.-O. Kim. 1991. Influence of Discotinuous Layer on Plankton Community Structure and Distribution in Masan Bay, Korea. Bulletin of Korean Fisheries Society, vol. 24, no. 6, pp. 459 – 471, ISSN 0374-8111

Hashimoto, Y. 1979. Marine Toxins and Other Bioactive Marine Metabolites. Japan Scientific Societies Press, Tokyo. 369 pp.

Hill,D.J. 1975. The Pattern of Development of Anabaena in The Azolla-Anabaena Symbiosis. Planta, vol. 122, pp. 179 – 184

Kannan, L. and K. Vasantha. 1992. Microphytoplankton of The Pitchavaram Mangals, Southeast Coast of India : Species Composition and Population Density. Hydrobiologia, vol. 247, no. 1 – 3, pp. 77 - 86

Kaplan, A., M.R. Badger and J.A. Berry. 1980. Photosynthesis and The Intracellular Inorganic Carbon Pool in The Bluegreen Alga Anabaena variabilis : Response to External CO2 Concentration. Planta, Vol. 149, no. 3, pp. 219-226

Karabashev, G.S. and S.A. Khanayev. 1991. Chlorophyll Fluorescence Peaks in The Aphotic Zone of The Baltic Sea. Oceanology of Academic of Science of USSR, vol. 31, no. 3, pp. 311 – 313.

Martin-Jezequel, V. and C. Videau. 1992. Phytoplankton and Bacteria Over The Transient Area of The Continental Slope of The Celtic Sea in Spring. 1. Vertical Distribution and Productivity. Marine Ecology Progress Series, vol. 85, no. 3, pp. 289 - 301

Moss, B. 1980. Ecology of Freshwaters. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 332 pp.

Nakano, S.-I. 1992. Changes in Bacterioplankton Production abd Dominant Algal Species in The North Basin of Lake Biwa, Japan Journal of Limnology, vol. 53, no. 2, pp. 145 – 149, ISSN 0021-5104

Park, J.-S. and S.-G. Lee. 1990. Distribution and Species Composition of Phytoplankton in The Southern Waters of Korea and Their Relation to The Character of Water Masses. Bulletin of Korean Fisheries Societies, vol. 23, no. 3, pp. 208 - 214

Polli, B. and Simona, M. 1992. Qualitative and Quantitative Aspects of The Evolution of The Planktonic Populations in Lake Lugano, Aquatic Science, vol. 54, no. 3 – 4, pp. 303 - 320

Verity, P.G. and Vernet, M. 1992. Microzooplankton Grazing, Pigments, and Composition of Plankton Communities During Late Spring in Two Norwegian Fjords. Sarsia, vol. 77, no. 3-4, pp. 263 - 274

Videau, C. and M.C. Leveau. 1990. Phytoplanktonic Biomass and Productivity in The Rhone River Plume in Spring Time. Report of Academic Sciences, vol. 311, no. 6, pp. 219 - 224

Xiang, Siduan, and Lu, Gongrang. 1992. The Diurnal Rhytm of Phytoplankton in an Eutrophic Lake – West Lake, Hangzhou. Acta Hydrobiol. Sin., Vol. 16, No. 1, pp. 125 - 132

Yentsch, C.S. and D.A. Phinney. 1991. The Effect of Wind Direction and Velocity on The Distribution of Phytoplankton Chlorophyll in The Western Arabian Sea in Desai, B.N. (ed.). 1992. Oceanography of The Indian Ocean. Oxford and IBH, New Delhi, India, pp. 57 - 66

1 komentar:

  1. Kepada seluruh member setia BOLAVITA, jika Anda mengalami kendala saat mengakses situs BOLAVITA, silahkan akses melalui link alternatif kami dengan Link IP : http://159.89.197.59/

    Agen BOLAVITA menyediakan permainan yang sangat lengkap, berikut permainan yang disediakan:
    • Bola Tangkas (Tangkasnet, Tangkas88 dan Tangkas1)
    • Casino Online (WM Casino, Green Dragon dan SBOBET Casino)
    • Sabung Ayam (S128, SV388 dan Kungfu Chicken)
    • Taruhan Bola (SBOBET, MAXBET/ICB Bet dan 368 Bet)
    • Togel Online (KLIK4D dan ISIN4D)
    • Poker Online (POKERVITA)
    • Games Virtual / Slot Games (Joker dan Play1628)

    Bonus yang diberikan Agen BOLAVITA juga sangat banyak dan menguntungkan, baik member baru maupun member setia:
    📍 Bonus Welcome Back Rp 200.000
    📍 Bonus 10% untuk new member (SPORTSBOOK & SABUNG AYAM)
    📍 Bonus 5% Deposit Harian (SPORTSBOOK & SABUNG AYAM)
    📍 Bonus Deposit Harian 10% untuk permainan BOLA TANGKAS
    📍 Bonus Referral 7% + 2%
    📍 Bonus Rollingan 0.5% + 0.7%
    📍 Diskon Togel KLIK4D & ISIN4D up to 66%
    📍 Bonus Cashback 5% - 10%
    📍 Bonus Cashback Bola Tangkas 10%
    📍 Bonus Flash Deposit Setiap Jumat 10%
    📍 Bonus Extra BIG MATCH 20%
    📍 Bonus FREECHIPS Promo Lebaran Ketupat

    Daftar, main dan raih kemenangan Anda bersama kami di http://159.89.197.59/

    Untuk info selanjutnya, bisa hubungi kami VIA:
    BBM : BOLAVITA / D8C363CA
    Whatsapp : +62812-2222-995
    LINE : cs_bolavita
    TELEGRAM : +62812-2222-995
    Livechat 24 Jam

    BalasHapus